Rabu, 18 Mei 2016

Review Kelas #41 - Manajemen Warung Kopi

Belajar Berbisnis dari Kafe Kolong

Foto Kelas #41 - Manajemen Warung Kopi

Sabtu sore lalu (5/3), Akademi Berbagi Jember mengadakan kelas ke-41 yang bertajuk “Manajemen Warung Kopi”. Tema ini begitu menarik bagi saya dan rekan-rekan lain yang memiliki minat untuk membuka usaha warung kopi, atau di kalangan anak muda akrab disebut kafe. Agenda Akber kali ini semakin menarik karena pemilihan lokasi yang unik, yaitu di Kafe Kolong, sebuah kafe yang terletak di bawah jembatan Jarwo atau jembatan Botol, di Jalan Mastrip. Konon katanya jembatan ini dulunya dibangun dengan sumbangan botol-botol dari warga Jember, sehingga dijuluki Jembatan Botol.

Kafe Kolong sudah mulai beroperasi sejak kurang lebih tiga tahun yang lalu. Ide kafe ini muncul dari owner nya, yang akrab disapa Mas Kampret, ketika sedang berjalan-jalan mencari lokasi yang tepat untuk usaha barunya. Mas Johanes Riyanto alias Mas Kampret bertekad untuk membuka wirausaha sendiri setelah resign dari pekerjaan lamanya di Sidoarjo. Ketika melihat lokasi di bawah jembatan itulah tiba-tiba muncul ide untuk membuat bisnis baru di bawah kolong jembatan. Ide ini bukan hanya brilian karena kafe ini akan menjadi satu-satunya kafe yang berlokasi di bantaran sungai, tapi juga karena lokasinya yang bukan milik perseorangan alias milik pemerintah dan tak ada orang lain yang meliriknya, maka biaya sewanya menjadi sangat murah. Pemikiran yang out of the box ini membuat kafe ini menjadi populer tak hanya di Jember, namun sampai keluar Jember. Bahkan, dinas pariwisata Jember telah memasukkan kafe kolong dalam video promosi pariwisata Jember. Artinya, Kafe ini akan menjadi jujukan bagi para pelancong dari luar Jember. Dan memang betul, setiap malam Minggu pasti kafe ini penuh. Tak hanya anak muda yang berminat mampir atau nongkrong di kafe ini, keluarga yang membawa anak kecil juga terlihat menikmati kafe yang sederhana namun menarik ini.

Jika dilihat dari menunya, makanan dan minuman yang ditawarkan kafe kolong tak jauh beda dengan kafe-kafe pada umumnya. Berbagai jenis kopi dan jus serta makanan ringan ala kafe menjadi menu andalannya. Namun, yang membuat tempat ini tetap menarik bagi kaum muda adalah karena harganya yang sangat terjangkau. Untuk menikmati secangkir kopi tubruk, seorang pembeli hanya perlu merogoh kocek sebesar 3000 rupiah saja. Berbeda dengan kafe yang ada di mall, kafe ini tak membebankan pajak dalam pembelian produknya, sehingga harganya benar-benar murah.

Seorang peserta kelas sempat bertanya mengapa di kafe kolong tidak tersedia wi-fi, layaknya kafe-kafe yang lain, tentu hal ini akan semakin menarik bagi anak muda yang selalu lekat dengan gadget nya. Sebenarnya bukan tidak ada keinginan untuk memasang wi-fi, namun selain akan menambah biaya operasional, juga diharapkan kafe ini bisa menjadi tempat bersosialisasi para pengunjungnya tanpa harus menjadi autis. Fenomena yang sering kita jumpai saat ini adalah anak muda berkumpul, namun tak terjadi interaksi karena mereka semua sibuk dengan gadget masing-masing. Maka, harapannya, tak ada wi-fi, pengunjung yang datang benar-benar dapat menikmati suasana kafe dan bercengkrama dengan teman-temannya.

Satu hal lagi yang bagi saya menarik dari kafe Kolong ini adalah hospitality yang ditawarkan oleh pemiliknya maupun karyawannya. Mas Johanes Riyanto adalah sosok yang low profile, beliau tidak segan untuk menyapa setiap pengunjung kafenya. Gayanya pun bukan layaknya bos, sama saja seperti karyawan yang lain. Mas Kampret pun mengatakan bahwa hampir semua pengunjung kafenya ini pasti beliau kenal karena biasanya mereka akan kembali lagi. Mas kampret juga menerima masukan atau kritikan dengan senang hati. Bahkan beliau selalu mencari tahu jika ada makanan atau minuman yang kembali ke dapur dalam kondisi masih utuh, mengapa sang pembeli enggan untuk menghabiskannya. Beliau akan mencicipi rasanya, apakah ada yang kurang pas, bahkan jika dirasanya tak ada masalah dengan rasanya, beliau tak segan untuk mencari tahu dari pembelinya langsung. Saya rasa itu adalah suatu bentuk tanggung jawab purna jual dan kepedulian terhadap kepuasan pelanggan. Kedekatan pemilik kafe maupun para karyawan dengan pelanggannya inilah yang juga sulit ditiru oleh kafe lain. Di tempat lain, kafe hanya berfungsi sebagai tempat jual beli. Setelah transaksi, maka tak ada lagi hubungan yang terjalin antara penjual dan pembeli. Maka tak heran jika pengunjung kafe kolong ingin berkunjung kembali ke tempat ini karena tercipta hubungan layaknya teman antara penjual dan pembeli.

Ketika ditanya, berapa modal awal untuk pendirian kafe ini, Mas Kampret mengaku tidak tahu pastinya karena pada saat itu beliau hanya mengumpulkan sisa-sisa modal yang masih dimilikinya setelah mengurungkan niatnya untuk membuka sebuah usaha warung makan di Sidoarjo. Beliau juga mengaku mengeluarkan biaya sedikit demi sedikit untuk pengembangan kafenya. Dari perubahan yang sedikit demi sedikit itu ternyata juga menjadi sisi menarik bagi pelanggan karena pelanggan pun merasakan perubahan-perubahan secara berkesinambungan di kafe kolong. Hal itu membuat pelanggan merasa ikut memiliki kafe dan tentunya membuat mereka penasaran akan inovasi selanjutnya dari kafe langganannya tersebut. Mas kampret juga menyatakan bahwa sebuah usaha yang “sudah jadi” atau mapan namun tidak ada perkembangan, jika dalam grafik seperti garis lurus saja, maka itu berarti usaha tersebut tidak berkembang. Hal ini berbahaya bagi sebuah usaha karena biasanya setelah itu grafiknya akan turun atau bisnis akan bangkrut perlahan-lahan karena tidak ada pengembangan.

Saat ditanya apa rahasia untuk memulai bisnis kafe dari nol, maka Mas Kampret memberi wejangan, yang terpenting adalah melangkah terlebih dahulu. Jangan terlalu lama dipikirkan, karena itu tidak akan menjadi kenyataan tanpa langkah yang nyata. Tak perlu dipikir melangkah darimana, layaknya orang berjalan, tak perlu dipikir kaki kanan atau kaki kiri dulu. Lakukan saja mana yang paling mudah dan bisa untuk dilakukan. Tak harus punya modal besar, jika belum punya meja kursi, gelas, bisa mencari pinjaman dulu di tahap awal pembukaan usaha.

Karena waktu sudah magrib, maka diskusi sore itu segera diakhiri dengan foto bersama peserta kelas dan Mas Kampret. Diskusi sore itu membuat saya percaya bahwa keajaiban word of mouth tetaplah menjadi senjata yang ampuh bagi sebuah usaha. Tak perlu pasang iklan, tak perlu pasang plang penunjuk jalan, tak perlu repot-repot mencari pelanggan, kini kafe kolong sudah populer berkat netizen yang membicarakannya di dunia maya. Puaskan pelanggan Anda, maka merekalah yang akan menjadi agen marketing Anda selanjutnya. 

Penulis : Syefi Nuraeni F.